Senin, 18 Agustus 2008
Kamis, 14 Agustus 2008
Pertanian Organik, Kembali ke Konsep Alami
Oleh : Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Kolom Cakrawala, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 14 Agustus 2008
Menurut Menteri Pertanian, Anton Apriantono, pembangunan pertanian dihadapkan pada sejumlah kendala dan masalah yang harus segera dipecahkan, yaitu antara lain:1) keterbatasan dan penurunan kapasitas sumberdaya pertanian, 2) lemahnya sistem alih teknologi dan kurang tepatnya sasaran, 3) terbatasnya akses terhadap layanan usaha terutama permodalan, 4) panjangnya rantai tataniaga dan belum adilnya sistem pemasaran, 5) rendahnya kualitas, mentalitas, dan keterampilan sumberdaya petani, 6) lemahnya kelembagaan dan posisi tawar petani, 7) lemahnya koordinasi antar lembaga terkait dan birokrasi, dan 8) belum berpihaknya kebijakan ekonomi makro kepada petani.
Namun, terlepas dari kendala dan masalah di atas, sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan, tetapi juga dalam penyediaan kesempatan kerja, sumber pendapatan, penyumbang devisa dan pertumbuhan ekonomi nasional. Devisa dari sektor pertanian dan usaha lain berbasis pertanian diharapkan meningkat dari sekitar 7,8 milyar US$ saat ini menjadi 12 milyar US$ tahun 2009.
Pertanian organik, Itulah solusi tepat yang harus kita kerjakan untuk memecahkan masalah ini. Paradigma pertanian kita harus kita ubah secara radikal. Kita harus kembali pada konsep pertanian alami. Khususnya mengenai penggunaan pupuk dan pembasmi hama dan penyakit. Penggunaan pestisida, herbisida dan fungisida harus diminialisasi sampai ke tingkat mendekati nol. Penggunaan pupuk kita kembalikan lagi pada penggunaan pupuk kandang atau kompos dan pupuk hijau.
Pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi yang holistik yang mendukung dan meningkatkan kesehatan ekosistem, termasuk siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sedangkan IFOAM menjelaskan bahwa pertanian organik merupakan suatu pendekatan sistem yang utuh berdasarkan satu perangkat proses yang menghasilkan ekosistem yang berkelanjutan (sustainable), pangan yang aman, gizi yang baik, kesejahteraan hewan dan keadilan sosial.
Dengan demikian, pertanian organik lebih dari sekedar sistem produksi yang memasukkan atau mengeluarkan input tertentu, namun juga merupakan satu filosofi dengan tujuan mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling berketergantungan dari kehidupan tanah, tanaman, hewan dan orang.
Prinsip Pertanian Organik
Sistem pertanian organik ini berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan.
Menurut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements), tujuan yang hendak dicapai dengan penggunaan sistem pertanian organik adalah: Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup, melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada, mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta hewan, memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan, menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbarui yang berasal dari sistem usaha tani itu sendiri, memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di luar usaha tani, menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan perilakunya yang hakiki, membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian, mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan, memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usaha tani terhadap kondisi fisik dan sosial.
Pada prinsipnya pertanian organik bersahabat dan selaras dengan lingkungan.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Meskipun pertanian organik tidak hanya sesempit itu pengertiannya. Pertanian organik bukan sekedar teknik atau metode bertani, melaikan juga cara pandang, sistem nilai, sikap dan keyakinan hidup.
Prinsip utama dalam sistem pertanian organik adalah lahan untuk budi daya organik harus bebas cemaran bahan agrokimia dari pupuk dan pestisida. Lahan dapat berupa lahan pertanian yang baru dibuka atau lahan pertanian intensif yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian organik. Lama masa konversi bergantung pada sejarah penggunaan lahan, pupuk, pestisida, dan jenis tanaman.
Hal lain adalah menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetik atau genetically modified organism (GMO). Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik. Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis dan zat pengatur tumbuh. Peningkatan kesuburan tanah dilakukan melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum.
Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. Pengendalian hama, penyakit, dan gulma dilakukan dengan cara manual, biopestisida, agen hayati, dan rotasi tanaman. Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis pada pakan ternak dan secara tidak langsung pada pupuk kandang. Penanganan pascapanen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami.
Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu kendala yang cukup berat bagi petani, selain mengubah budaya yang sudah berkembang 35 tahun terakhir ini pertanian organik membuat produksi menurun jika perlakuannya kurang tepat.
Budaya instan yang terbentuk ketika dengan mudahnya petani mendapatkan dan menerapkan bahan kimia sintetik di lapangan sangat sulit dirubah. Kesulitan ini didapatkan ketika petani dianjurkan harus membuat kompos terlebih dahulu atau membuat ramuan racun hama yang dibuat dari tanaman obat.
Pupuk Organik
Peningkatan mutu intensifikasi selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yang mempunyai ketergantungan pada pupuk yang menyebabkan terjadinya kejenuhan produksi pada daerah-daerah intensifikasi padi misalnya. Keadaan ini selain menimbulkan pemborosan juga menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin dan ramah lingkungan.
Selain itu, pemberian nitrogen berlebih disamping menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah penggunaan sumber daya secara efisien dan aman lingkungan dapat diterapkan.
Beberapa penelitian yang menyangkut efisiensi penggunaan pupuk sangat mendukung upaya penghematan penggunaan pupuk kimia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan peningkatan daya dukung tanah dan/atau peningkatan efisiensi produk pupuk dengan menggunakan mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan.
Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk dan dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat secara nyata dikurangi. pupuk organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga tanah dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang.
Kemampuan pupuk organik untuk menurunkan dosis penggunaan pupuk konvensional sekaligus mengurangi biaya pemupukan telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian, baik untuk tanaman pangan (kedelai, padi, jagung, dan kentang) maupun tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, teh, dan tebu) yang diketahui selama ini sebagai pengguna utama pupuk konvensional (pupuk kimia).
Lebih lanjut, kemampuannya untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan terbukti sejalan dengan kemampuannya menurunkan dosis penggunaan pupuk kimia.
Tanah mempunyai peranan penting dalam perombakan bahan organik. Cacing, serangga kecil, dan mikroorganisme seperti bakteri dan fungi yang bertanggung jawab dalam proses pembusukan, terdapat dalam tanah. Organisme tersebut bisa mendapatkan energi dari bahan organik yang telah mati dan menguraikan bahan tersebut menjadi bahan baku yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuh-tumbuhan.
Organisme tanah mengubah bahan tanaman yang sudah mati menjadi nutrisi yang berharga.
Mikroorganisme membutuhkan oksigen, karena itu kalau kondisi tanah padat atau terlalu berlumpur mereka tidak bisa hidup. Dalam kondisi tanah yang terlalu padat atau berlumpur/digenangi, maka jutaan mikroorganisme di dalam tanah akan mati.
Kematian mikroorganisme ini akan sangat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah. Tidak ada lagi mahluk kecil yang menjalankan tugas ‘memotong’ bahan organik tanah menjadi senyawa-senyawa yang diperlukan tanaman. Suplai makanan ke tanaman jadi macet, dan tanaman tumbuh kerdil dan tidak produktif.
Pengendalian Hama & Penyakit
Petani telah terbiasa mengandalkan pestisida sintetik sebagai satu-satunya cara pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit tumbuhan. Seperti diketahui, terdapat sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai hama tanaman dan sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab penyakit dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk mengendaliakan OPT di lahannya karena aplikasinya mudah, efektif dan banyak tersedia di pasar meski harganya cukup mahal.
Pada dasarnya prinsip pengendalian hama dan penyakit dalam sistem pertanian organik adalah keterpaduan yang lebih menekankan aspek keseimbangan alam. Ketika agroekosistem berhasil dikelola secara seimbang, maka ongkos pengendalian menjadi lebih murah. Keseimbangan alami antara serangga hama dan musuh alami sering dikacaukan oleh penggunaan insektisida yang hanya satu macam.
Cara pengendalian hama yang dikembangkan dalam pertanian organik dengan memanfaatkan pestisida biologi dan pestisida botani, antara lain menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara fisik dan mekanis, dan cara kultur teknis. Banyak sekali tanaman di sekitar kebun dan sawah yang dapat dimafaatkan untuk mengusir hama. Sebut saja misalnya daun mimba, daun dan biji sirsak, kunyit, lengkuas, daun jeruk, serai, dan berbagai tanaman obat yang umumnya menghasilkan bau menyengat.
Di samping itu di lahan kebun atau sawah sebaiknya ditanam tanaman perangkap hama yang berfungsi menarik hama agar menyerang tanaman perangkap, dan menjauhi tanaman utama, sehingga kerusakan tanaman dapat dikurangi. Hama yang mengumpul dapat ditangkap untuk makanan ikan, sedangkan tanaman perangkapnya sendiri yang rusak oleh hama dapat dicabut lalu dibakar.
Tanaman penolak hama dapat melindungi tanaman di dekatnya dengan bau-bauan yang dikeluarkannya, bentuk dan warna daun atau bunga yang khas yang tidak disukai hama, sehingga hama akan menjauh dari tanaman utama.
****
Sehubungan dengan banyaknya manfaat dan dampak positif yang dapat dirasakan dari penerapan sistem pertanian organik, Departemen Pertanian sejak tahun 2000 telah memberikan perhatian yang serius terhadap pengembangan pertanian organik di Indonesia. Bahkan pada saat itu dicanangkan untuk mencapai Go Organik 2010.
Diharapkan program pertanian organik di Indonesia menjadi lebih kuat dan bisa lebih cepat mengejar ketertinggalan dari negara lain yang telah lebih dulu maju dalam sistem pertanian ini. Diharapkan Go Organik 2010 bisa benar-benar terealisir dan Indonesia bisa menjadi produsen organik terkemuka, semoga
(Kabelan Kunia/ penggiat dan pemberdaya masyarakat padi organik ‘SRI’ dan praktisi pertanian organik)
Artikel ini telah dimuat di Kolom Cakrawala, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 14 Agustus 2008
Menurut Menteri Pertanian, Anton Apriantono, pembangunan pertanian dihadapkan pada sejumlah kendala dan masalah yang harus segera dipecahkan, yaitu antara lain:1) keterbatasan dan penurunan kapasitas sumberdaya pertanian, 2) lemahnya sistem alih teknologi dan kurang tepatnya sasaran, 3) terbatasnya akses terhadap layanan usaha terutama permodalan, 4) panjangnya rantai tataniaga dan belum adilnya sistem pemasaran, 5) rendahnya kualitas, mentalitas, dan keterampilan sumberdaya petani, 6) lemahnya kelembagaan dan posisi tawar petani, 7) lemahnya koordinasi antar lembaga terkait dan birokrasi, dan 8) belum berpihaknya kebijakan ekonomi makro kepada petani.
Namun, terlepas dari kendala dan masalah di atas, sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan, tetapi juga dalam penyediaan kesempatan kerja, sumber pendapatan, penyumbang devisa dan pertumbuhan ekonomi nasional. Devisa dari sektor pertanian dan usaha lain berbasis pertanian diharapkan meningkat dari sekitar 7,8 milyar US$ saat ini menjadi 12 milyar US$ tahun 2009.
Pertanian organik, Itulah solusi tepat yang harus kita kerjakan untuk memecahkan masalah ini. Paradigma pertanian kita harus kita ubah secara radikal. Kita harus kembali pada konsep pertanian alami. Khususnya mengenai penggunaan pupuk dan pembasmi hama dan penyakit. Penggunaan pestisida, herbisida dan fungisida harus diminialisasi sampai ke tingkat mendekati nol. Penggunaan pupuk kita kembalikan lagi pada penggunaan pupuk kandang atau kompos dan pupuk hijau.
Pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi yang holistik yang mendukung dan meningkatkan kesehatan ekosistem, termasuk siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sedangkan IFOAM menjelaskan bahwa pertanian organik merupakan suatu pendekatan sistem yang utuh berdasarkan satu perangkat proses yang menghasilkan ekosistem yang berkelanjutan (sustainable), pangan yang aman, gizi yang baik, kesejahteraan hewan dan keadilan sosial.
Dengan demikian, pertanian organik lebih dari sekedar sistem produksi yang memasukkan atau mengeluarkan input tertentu, namun juga merupakan satu filosofi dengan tujuan mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling berketergantungan dari kehidupan tanah, tanaman, hewan dan orang.
Prinsip Pertanian Organik
Sistem pertanian organik ini berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan.
Menurut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements), tujuan yang hendak dicapai dengan penggunaan sistem pertanian organik adalah: Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup, melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada, mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman serta hewan, memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan, menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbarui yang berasal dari sistem usaha tani itu sendiri, memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di luar usaha tani, menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan perilakunya yang hakiki, membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian, mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan, memberikan jaminan yang semakin baik bagi para produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usaha tani terhadap kondisi fisik dan sosial.
Pada prinsipnya pertanian organik bersahabat dan selaras dengan lingkungan.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Meskipun pertanian organik tidak hanya sesempit itu pengertiannya. Pertanian organik bukan sekedar teknik atau metode bertani, melaikan juga cara pandang, sistem nilai, sikap dan keyakinan hidup.
Prinsip utama dalam sistem pertanian organik adalah lahan untuk budi daya organik harus bebas cemaran bahan agrokimia dari pupuk dan pestisida. Lahan dapat berupa lahan pertanian yang baru dibuka atau lahan pertanian intensif yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian organik. Lama masa konversi bergantung pada sejarah penggunaan lahan, pupuk, pestisida, dan jenis tanaman.
Hal lain adalah menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetik atau genetically modified organism (GMO). Sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik. Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis dan zat pengatur tumbuh. Peningkatan kesuburan tanah dilakukan melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum.
Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. Pengendalian hama, penyakit, dan gulma dilakukan dengan cara manual, biopestisida, agen hayati, dan rotasi tanaman. Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis pada pakan ternak dan secara tidak langsung pada pupuk kandang. Penanganan pascapanen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami.
Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu kendala yang cukup berat bagi petani, selain mengubah budaya yang sudah berkembang 35 tahun terakhir ini pertanian organik membuat produksi menurun jika perlakuannya kurang tepat.
Budaya instan yang terbentuk ketika dengan mudahnya petani mendapatkan dan menerapkan bahan kimia sintetik di lapangan sangat sulit dirubah. Kesulitan ini didapatkan ketika petani dianjurkan harus membuat kompos terlebih dahulu atau membuat ramuan racun hama yang dibuat dari tanaman obat.
Pupuk Organik
Peningkatan mutu intensifikasi selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yang mempunyai ketergantungan pada pupuk yang menyebabkan terjadinya kejenuhan produksi pada daerah-daerah intensifikasi padi misalnya. Keadaan ini selain menimbulkan pemborosan juga menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin dan ramah lingkungan.
Selain itu, pemberian nitrogen berlebih disamping menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah penggunaan sumber daya secara efisien dan aman lingkungan dapat diterapkan.
Beberapa penelitian yang menyangkut efisiensi penggunaan pupuk sangat mendukung upaya penghematan penggunaan pupuk kimia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan peningkatan daya dukung tanah dan/atau peningkatan efisiensi produk pupuk dengan menggunakan mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan.
Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk dan dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat secara nyata dikurangi. pupuk organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga tanah dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang.
Kemampuan pupuk organik untuk menurunkan dosis penggunaan pupuk konvensional sekaligus mengurangi biaya pemupukan telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian, baik untuk tanaman pangan (kedelai, padi, jagung, dan kentang) maupun tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, teh, dan tebu) yang diketahui selama ini sebagai pengguna utama pupuk konvensional (pupuk kimia).
Lebih lanjut, kemampuannya untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan terbukti sejalan dengan kemampuannya menurunkan dosis penggunaan pupuk kimia.
Tanah mempunyai peranan penting dalam perombakan bahan organik. Cacing, serangga kecil, dan mikroorganisme seperti bakteri dan fungi yang bertanggung jawab dalam proses pembusukan, terdapat dalam tanah. Organisme tersebut bisa mendapatkan energi dari bahan organik yang telah mati dan menguraikan bahan tersebut menjadi bahan baku yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuh-tumbuhan.
Organisme tanah mengubah bahan tanaman yang sudah mati menjadi nutrisi yang berharga.
Mikroorganisme membutuhkan oksigen, karena itu kalau kondisi tanah padat atau terlalu berlumpur mereka tidak bisa hidup. Dalam kondisi tanah yang terlalu padat atau berlumpur/digenangi, maka jutaan mikroorganisme di dalam tanah akan mati.
Kematian mikroorganisme ini akan sangat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah. Tidak ada lagi mahluk kecil yang menjalankan tugas ‘memotong’ bahan organik tanah menjadi senyawa-senyawa yang diperlukan tanaman. Suplai makanan ke tanaman jadi macet, dan tanaman tumbuh kerdil dan tidak produktif.
Pengendalian Hama & Penyakit
Petani telah terbiasa mengandalkan pestisida sintetik sebagai satu-satunya cara pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit tumbuhan. Seperti diketahui, terdapat sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai hama tanaman dan sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab penyakit dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk mengendaliakan OPT di lahannya karena aplikasinya mudah, efektif dan banyak tersedia di pasar meski harganya cukup mahal.
Pada dasarnya prinsip pengendalian hama dan penyakit dalam sistem pertanian organik adalah keterpaduan yang lebih menekankan aspek keseimbangan alam. Ketika agroekosistem berhasil dikelola secara seimbang, maka ongkos pengendalian menjadi lebih murah. Keseimbangan alami antara serangga hama dan musuh alami sering dikacaukan oleh penggunaan insektisida yang hanya satu macam.
Cara pengendalian hama yang dikembangkan dalam pertanian organik dengan memanfaatkan pestisida biologi dan pestisida botani, antara lain menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara fisik dan mekanis, dan cara kultur teknis. Banyak sekali tanaman di sekitar kebun dan sawah yang dapat dimafaatkan untuk mengusir hama. Sebut saja misalnya daun mimba, daun dan biji sirsak, kunyit, lengkuas, daun jeruk, serai, dan berbagai tanaman obat yang umumnya menghasilkan bau menyengat.
Di samping itu di lahan kebun atau sawah sebaiknya ditanam tanaman perangkap hama yang berfungsi menarik hama agar menyerang tanaman perangkap, dan menjauhi tanaman utama, sehingga kerusakan tanaman dapat dikurangi. Hama yang mengumpul dapat ditangkap untuk makanan ikan, sedangkan tanaman perangkapnya sendiri yang rusak oleh hama dapat dicabut lalu dibakar.
Tanaman penolak hama dapat melindungi tanaman di dekatnya dengan bau-bauan yang dikeluarkannya, bentuk dan warna daun atau bunga yang khas yang tidak disukai hama, sehingga hama akan menjauh dari tanaman utama.
****
Sehubungan dengan banyaknya manfaat dan dampak positif yang dapat dirasakan dari penerapan sistem pertanian organik, Departemen Pertanian sejak tahun 2000 telah memberikan perhatian yang serius terhadap pengembangan pertanian organik di Indonesia. Bahkan pada saat itu dicanangkan untuk mencapai Go Organik 2010.
Diharapkan program pertanian organik di Indonesia menjadi lebih kuat dan bisa lebih cepat mengejar ketertinggalan dari negara lain yang telah lebih dulu maju dalam sistem pertanian ini. Diharapkan Go Organik 2010 bisa benar-benar terealisir dan Indonesia bisa menjadi produsen organik terkemuka, semoga
(Kabelan Kunia/ penggiat dan pemberdaya masyarakat padi organik ‘SRI’ dan praktisi pertanian organik)
Pupuk Organik Atasi Degradasi Kesuburan
Oleh Kabelan Kunia
Artikel ini telah dimuat di Kolom Cakrawala, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 14 Agustus 2008
Lebih dari 60% lahan sawah di pulau Jawa telah mengalami degradasi kesuburan tanah (fisika, kimia dan biologi) yang diindikasikan oleh rendahnya kandungan bahan organik (dibawah 1%). Dampak dari rendahnya kandungan bahan organik (BO) ini antara lain tanah menjadi keras dan liat sehingga sulit diolah, respon terhadap pemupukan rendah, tidak responsif terhadap unsur hara tertentu, tanah menjadi masam, penggunaan air irigasi menjadi tidak efisien serta produktivitas tanaman cenderung rendah dan semakin sulit untuk ditingkatkan.
Hal ini disebabkan karena cara-cara pengelolaan lahan sawah dan ladang yang kurang tepat, sehingga tanah semakin tandus sementara pemberian pupuk buatan yang terus menerus, bahan organik yang berupa jerami padi tidak dikembalikan ke lahan, tetapi dibuang atau dibakar, sehingga mengakibatkan lahan menjadi miskin akan unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta memburuknya sifat fisik lahan.
Kondisi ini diperparah dengan pemakaian pestisida yang cenderung berlebihan dan tidak terkontrol, sehingga mengakibatkan keseimbangan alam terganggu, musuh alami hama menjadi punah akibatnya hama dan penyakit tanaman semakin tumbuh dan berkembang dengan pesat. Dampak lain yang tidak pernah disadari adanya residu pestisida pada hasil panen yang terus kita konsumsi.
Bahan kimia kini sudah over digunakan untuk keperluan pertanian, sehingga kondisi tanah petani yang digunakan bercocok tanam tak bertambah subur, tapi malah sebaliknya, tandus dan gersang. Pupuk an racun kimia saat ini sudah mengancam kelangsungan hidup makhluk hidup. Tak hanya manusia saja yang kena imbasnya, tapi makhluk hidup yang lain juga kena getahnya.
Hasil uji coba pupuk kimia dan pupuk organik, ternyata manfaatnya lebih banyak pupuk organik. Biaya produksinya lebih murah dibanding pupuk kimia, penggunaanmya lebih sederhana, harganya pun terjangkau bahkan cenderung gratis. Dan yang terpenting, pupuk organik dapat menjaga unsur hara di dalam tanah, sehingga terdapat keseimbangan.
Berdasarkan hal tersebut makin berkembang alasan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan agar pembuatan pabrik-pabrik pupuk di dunia dikurangi atau dihentikan sama sekali agar manusia bisa terhindar dari malapetaka polusi. Upaya pembudidayaan tanaman dengan pertanian organik merupakan usaha untuk dapat mendapatkan bahan makanan tanpa penggunaan pupuk anorganik. Dengan sitem ini diharapkan tanaman dapat hidup tanpa ada masukan dari luar, sehingga dalam kehidupan tanaman terdapat suatu siklus hidup yang tertutup.
Pupuk Organik
Secara umum, pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang dihancurkan dalam proses fermentasi. Sumber bahan baku organik ini dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber seperti : kotoran ternak, sampah kota/ pasar, sampah rumah tangga non sintetis dan limbah-limbah pabrik makanan/minuman. Umumnya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan ini dikenal dengan nama pupuk kompos.
Biasanya untuk membuat pupuk kompos ini, ditambahkan inokulum mikroba yang membantu mempercepat proses penghancuran (dekomposisi). Sebetulnya tanpa dibantupun, alam dengan sendirinya akan mendekomposisi bahan-bahan organik tersebut dengan bakteri yang ada di alam, beserta bantuan organisme renik lainnya.
Pupuk kompos mempunyai tingkat ikatan antar bahan yang sangat buruk jika kita bandingkan misalnya dengan tanah (liat). Gumpalan tanah yang tidak mengandung humus, sangatlah padat dan mudah sekali mengeras. Padahal dalam proses tumbuhnya, tumbuhan memerlukan tempat berpijak yang kokoh dan gembur. Di samping menyerap air dari dalam tanah, akar tanaman juga melakukan proses bernapas atau respirasi sama halnya dengan kita. Maka jika tanah tempat tumbuh tersebut adalah tanah yang keras dan mempunyai tingkat kepadatan tinggi, tidak terdapat celah yang menjadi tempat sirkulasi udara. Dengan diberikannya pupuk kompos di lahan pertanian, maka kompos akan bercampur dengan tanah untuk membentuk lapisan yang dikenal dengan humus, yaitu lapisan permukaan tanah yang kaya akan bahan organik. Struktur tanah akan menjadi gembur dan tidak bergumpal. Dalam tanah yang gembur, banyak terdapat celah yang dapat ditembus udara yang berarti sirkulasi udara di tanah menjadi lancar.
Ada satu hal lagi peran penting pupuk kompos yang belum begitu disadari oleh banyak orang. Di samping sebagai penggembur tanah, pupuk kompos juga sebagai media tempat hidup sejumlah besar bakteri (bioreaktor). Tanaman pada dasarnya menyerap makanan dari dalam tanah dalam bentuk ion-ion. Sebenarnya di dalam tanah sendiri (juga di dalam bahan organik lain) terdapat banyak unsur makanan yang diperlukan tanaman. Tetapi unsur makanan tersebut biasanya masih terikat dalam bentuk senyawa kompleks yang tidak dapat diserap langsung oleh tanaman. Senyawa kompleks tersebut harus diurai lagi agar pecah menjadi ion-ion yang dapat diserap oleh tanaman. Banyak bakteri yang hidup di dalam tanah dapat melakukan proses pemecahan senyawa kompleks tersebut dan mengubahnya menjadi ion-ion atau unsur makanan yang siap disantap oleh tanaman.
Mikroba tanah melakukan proses makan atas bahan organik dan bahan asli alam (seperti batu-batuan mineral) dalam aktivitas hidupnya. Ketika bahan organik dan bahan asli alam dimakan oleh bakteri, struktur senyawa kompleksnya pecah menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana atau dalam bentuk ion yang dapat diserap oleh tanaman.
Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya yang dihasilkan oleh mikroba adalah enzim-enzim dan hormon serta vitamin sebagai hasil sekresi dalam proses metabolisme di dalam tubuhnya.. Juga banyak penyakit tanaman yang bisa ditekan karena keberadaan mikroba di dalam tanah. Sebenarnya masih ada lagi peran mikro fauna (binatang-binatang kecil) yang juga berperan aktif dalam kesuburan tanah. Jadi pada dasarnya, di lahan pertanian, di samping harus ada tanah tempat tumbuhan menancapkan akarnya, diperlukan juga koloni kehidupan mikroorganisme di dalam tanah.
Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga, dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung
lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah
tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, recycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara. Organisme tanah mengubah bahan tanaman yang sudah mati menjadi nutrisi yang berharga.
Kompos sebagai pupuk utama dalam pertanian organik akan memberikan kontribusi yang jelas terhadap kesuburan, kegemburan tanah dan mensuplai jutaan mikroba ‘baik’ ke dalam tanah. Kompos juga akan memasukkan beberapa vitamin, hormon dan beberapa senyawa penting untuk kesuburan tanaman. Peran ini tidak kita dapatkan dari pupuk sintetis yang petani beli dari kios obat pertanian.
Masalah
Hal paling utama yang menjadi keengganan petani menggunakan pupuk kompos adalah masalah jumlahnya. Akan diperlukan jumlah pupuk kandang yang cukup banyak untuk mendapatkan nilai nutrisi yang mencukupi suatu luasan tertentu lahan pertanian. Sebagai contoh, petani sayur membutuhkan pupuk kandang sejumlah 5 sampai 7 ton per hektarnya untuk satu kali musim tanam (kira-kira 3 bulan). Dan ini akan diperlukan lagi sejumlah volume yang sama atau berkurang sedikit pada musim tanam selanjutnya. Demikian juga untuk lahan sawah dengan sistem ‘SRI’, minimal dibutuhkan 8 ton per hektar untuk satu musim tanam. Suatu volume yang cukup besar.
Kendala yang kemudian timbul adalah mengenai penyediaan bahannya, jumlah tenaga kerja yang menangani proses pemupukan, transportasi pupuk tersebut dari kandang (atau tempat pengepulan) sampai ke lahan pertanian dan timbulnya gulma pada lahan pertanian yang diakibatkan oleh terbawanya biji-bijian di dalam pupuk kandang tersebut. Hal ini menyebabkan biaya perawatan tanaman menjadi mahal yang ujung-ujungnya akan meningkatkan biaya produksi pertanian.
Besarnya volume pupuk kandang yang dibutuhkan untuk pemupukan, dikarenakan jumlah nutrisi yang terkandung di dalamnya (garam-garam mineral) terhitung kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan tanaman.
Sebenarnya dengan kemajuan teknologi pertanian dan bioteknologi, sekarang ini sudah bisa dibuat pupuk kandang yang efisien. Di Pusat Penelitian Bioteknologi ITB, penulis telah menemukan formula mikroorganisme yang mampu mempercepat sekaligus meningkatkan kualitas kompos. Dengan bantuan formula mikroorganisme ini proses fermentasi dan pengayaan unsur-unsur hara, efisiensi pupuk kandang dapat ditingkatkan. Sebagai hasilnya, penggunaannya tidak lagi harus dalam volume yang cukup besar. Dan yang lebih mengembirakan lagi, harga pupuk tersebut dapat ditekan pada tingkat harga yang terjangkau oleh petani.
Pupuk tersebut dapat diaplikasikan dengan dosis yang setara dengan pupuk kimia, dengan kelebihan-kelebihan pupuk organik yang tidak dapat diperoleh kalau menggunakan pupuk kimia.
Pada dasarnya penggunaan pupuk organik adalah suatu solusi tepat untuk mengatasi kejenuhan tanah. Hal lebih penting adalah petani tidak akan bergantung lagi dengan keberadaan dan harga pupuk kimia yang seringkali raib dari pasaran dan dengan harga yang terus merangkak naik. Kemandirian petani akan pupuk dapat menyelamatkan petani dari lilitan hutang dan jeratan ijon atau lintah darat yang keberadaanya makin marak. Kemandirian petani mutlak dibangun untuk mencapai kesejahteraan di pedesaan (****)
* Penulis adalah penggiat dan pemberdaya masyarakat tani padi organic ‘SRI’ dan praktisi pertanian organik.
Pondok Bunga Sariwangi III E-15 Rt. 01 Rw. 13, Desa Sariwangi-Parongpong Kab. Bandung Barat 40559 HP: 022 76467 522
Artikel ini telah dimuat di Kolom Cakrawala, Harian Pikiran Rakyat, Kamis, 14 Agustus 2008
Lebih dari 60% lahan sawah di pulau Jawa telah mengalami degradasi kesuburan tanah (fisika, kimia dan biologi) yang diindikasikan oleh rendahnya kandungan bahan organik (dibawah 1%). Dampak dari rendahnya kandungan bahan organik (BO) ini antara lain tanah menjadi keras dan liat sehingga sulit diolah, respon terhadap pemupukan rendah, tidak responsif terhadap unsur hara tertentu, tanah menjadi masam, penggunaan air irigasi menjadi tidak efisien serta produktivitas tanaman cenderung rendah dan semakin sulit untuk ditingkatkan.
Hal ini disebabkan karena cara-cara pengelolaan lahan sawah dan ladang yang kurang tepat, sehingga tanah semakin tandus sementara pemberian pupuk buatan yang terus menerus, bahan organik yang berupa jerami padi tidak dikembalikan ke lahan, tetapi dibuang atau dibakar, sehingga mengakibatkan lahan menjadi miskin akan unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta memburuknya sifat fisik lahan.
Kondisi ini diperparah dengan pemakaian pestisida yang cenderung berlebihan dan tidak terkontrol, sehingga mengakibatkan keseimbangan alam terganggu, musuh alami hama menjadi punah akibatnya hama dan penyakit tanaman semakin tumbuh dan berkembang dengan pesat. Dampak lain yang tidak pernah disadari adanya residu pestisida pada hasil panen yang terus kita konsumsi.
Bahan kimia kini sudah over digunakan untuk keperluan pertanian, sehingga kondisi tanah petani yang digunakan bercocok tanam tak bertambah subur, tapi malah sebaliknya, tandus dan gersang. Pupuk an racun kimia saat ini sudah mengancam kelangsungan hidup makhluk hidup. Tak hanya manusia saja yang kena imbasnya, tapi makhluk hidup yang lain juga kena getahnya.
Hasil uji coba pupuk kimia dan pupuk organik, ternyata manfaatnya lebih banyak pupuk organik. Biaya produksinya lebih murah dibanding pupuk kimia, penggunaanmya lebih sederhana, harganya pun terjangkau bahkan cenderung gratis. Dan yang terpenting, pupuk organik dapat menjaga unsur hara di dalam tanah, sehingga terdapat keseimbangan.
Berdasarkan hal tersebut makin berkembang alasan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan agar pembuatan pabrik-pabrik pupuk di dunia dikurangi atau dihentikan sama sekali agar manusia bisa terhindar dari malapetaka polusi. Upaya pembudidayaan tanaman dengan pertanian organik merupakan usaha untuk dapat mendapatkan bahan makanan tanpa penggunaan pupuk anorganik. Dengan sitem ini diharapkan tanaman dapat hidup tanpa ada masukan dari luar, sehingga dalam kehidupan tanaman terdapat suatu siklus hidup yang tertutup.
Pupuk Organik
Secara umum, pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang dihancurkan dalam proses fermentasi. Sumber bahan baku organik ini dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber seperti : kotoran ternak, sampah kota/ pasar, sampah rumah tangga non sintetis dan limbah-limbah pabrik makanan/minuman. Umumnya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan ini dikenal dengan nama pupuk kompos.
Biasanya untuk membuat pupuk kompos ini, ditambahkan inokulum mikroba yang membantu mempercepat proses penghancuran (dekomposisi). Sebetulnya tanpa dibantupun, alam dengan sendirinya akan mendekomposisi bahan-bahan organik tersebut dengan bakteri yang ada di alam, beserta bantuan organisme renik lainnya.
Pupuk kompos mempunyai tingkat ikatan antar bahan yang sangat buruk jika kita bandingkan misalnya dengan tanah (liat). Gumpalan tanah yang tidak mengandung humus, sangatlah padat dan mudah sekali mengeras. Padahal dalam proses tumbuhnya, tumbuhan memerlukan tempat berpijak yang kokoh dan gembur. Di samping menyerap air dari dalam tanah, akar tanaman juga melakukan proses bernapas atau respirasi sama halnya dengan kita. Maka jika tanah tempat tumbuh tersebut adalah tanah yang keras dan mempunyai tingkat kepadatan tinggi, tidak terdapat celah yang menjadi tempat sirkulasi udara. Dengan diberikannya pupuk kompos di lahan pertanian, maka kompos akan bercampur dengan tanah untuk membentuk lapisan yang dikenal dengan humus, yaitu lapisan permukaan tanah yang kaya akan bahan organik. Struktur tanah akan menjadi gembur dan tidak bergumpal. Dalam tanah yang gembur, banyak terdapat celah yang dapat ditembus udara yang berarti sirkulasi udara di tanah menjadi lancar.
Ada satu hal lagi peran penting pupuk kompos yang belum begitu disadari oleh banyak orang. Di samping sebagai penggembur tanah, pupuk kompos juga sebagai media tempat hidup sejumlah besar bakteri (bioreaktor). Tanaman pada dasarnya menyerap makanan dari dalam tanah dalam bentuk ion-ion. Sebenarnya di dalam tanah sendiri (juga di dalam bahan organik lain) terdapat banyak unsur makanan yang diperlukan tanaman. Tetapi unsur makanan tersebut biasanya masih terikat dalam bentuk senyawa kompleks yang tidak dapat diserap langsung oleh tanaman. Senyawa kompleks tersebut harus diurai lagi agar pecah menjadi ion-ion yang dapat diserap oleh tanaman. Banyak bakteri yang hidup di dalam tanah dapat melakukan proses pemecahan senyawa kompleks tersebut dan mengubahnya menjadi ion-ion atau unsur makanan yang siap disantap oleh tanaman.
Mikroba tanah melakukan proses makan atas bahan organik dan bahan asli alam (seperti batu-batuan mineral) dalam aktivitas hidupnya. Ketika bahan organik dan bahan asli alam dimakan oleh bakteri, struktur senyawa kompleksnya pecah menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana atau dalam bentuk ion yang dapat diserap oleh tanaman.
Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya yang dihasilkan oleh mikroba adalah enzim-enzim dan hormon serta vitamin sebagai hasil sekresi dalam proses metabolisme di dalam tubuhnya.. Juga banyak penyakit tanaman yang bisa ditekan karena keberadaan mikroba di dalam tanah. Sebenarnya masih ada lagi peran mikro fauna (binatang-binatang kecil) yang juga berperan aktif dalam kesuburan tanah. Jadi pada dasarnya, di lahan pertanian, di samping harus ada tanah tempat tumbuhan menancapkan akarnya, diperlukan juga koloni kehidupan mikroorganisme di dalam tanah.
Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga, dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung
lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah
tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, recycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara. Organisme tanah mengubah bahan tanaman yang sudah mati menjadi nutrisi yang berharga.
Kompos sebagai pupuk utama dalam pertanian organik akan memberikan kontribusi yang jelas terhadap kesuburan, kegemburan tanah dan mensuplai jutaan mikroba ‘baik’ ke dalam tanah. Kompos juga akan memasukkan beberapa vitamin, hormon dan beberapa senyawa penting untuk kesuburan tanaman. Peran ini tidak kita dapatkan dari pupuk sintetis yang petani beli dari kios obat pertanian.
Masalah
Hal paling utama yang menjadi keengganan petani menggunakan pupuk kompos adalah masalah jumlahnya. Akan diperlukan jumlah pupuk kandang yang cukup banyak untuk mendapatkan nilai nutrisi yang mencukupi suatu luasan tertentu lahan pertanian. Sebagai contoh, petani sayur membutuhkan pupuk kandang sejumlah 5 sampai 7 ton per hektarnya untuk satu kali musim tanam (kira-kira 3 bulan). Dan ini akan diperlukan lagi sejumlah volume yang sama atau berkurang sedikit pada musim tanam selanjutnya. Demikian juga untuk lahan sawah dengan sistem ‘SRI’, minimal dibutuhkan 8 ton per hektar untuk satu musim tanam. Suatu volume yang cukup besar.
Kendala yang kemudian timbul adalah mengenai penyediaan bahannya, jumlah tenaga kerja yang menangani proses pemupukan, transportasi pupuk tersebut dari kandang (atau tempat pengepulan) sampai ke lahan pertanian dan timbulnya gulma pada lahan pertanian yang diakibatkan oleh terbawanya biji-bijian di dalam pupuk kandang tersebut. Hal ini menyebabkan biaya perawatan tanaman menjadi mahal yang ujung-ujungnya akan meningkatkan biaya produksi pertanian.
Besarnya volume pupuk kandang yang dibutuhkan untuk pemupukan, dikarenakan jumlah nutrisi yang terkandung di dalamnya (garam-garam mineral) terhitung kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan tanaman.
Sebenarnya dengan kemajuan teknologi pertanian dan bioteknologi, sekarang ini sudah bisa dibuat pupuk kandang yang efisien. Di Pusat Penelitian Bioteknologi ITB, penulis telah menemukan formula mikroorganisme yang mampu mempercepat sekaligus meningkatkan kualitas kompos. Dengan bantuan formula mikroorganisme ini proses fermentasi dan pengayaan unsur-unsur hara, efisiensi pupuk kandang dapat ditingkatkan. Sebagai hasilnya, penggunaannya tidak lagi harus dalam volume yang cukup besar. Dan yang lebih mengembirakan lagi, harga pupuk tersebut dapat ditekan pada tingkat harga yang terjangkau oleh petani.
Pupuk tersebut dapat diaplikasikan dengan dosis yang setara dengan pupuk kimia, dengan kelebihan-kelebihan pupuk organik yang tidak dapat diperoleh kalau menggunakan pupuk kimia.
Pada dasarnya penggunaan pupuk organik adalah suatu solusi tepat untuk mengatasi kejenuhan tanah. Hal lebih penting adalah petani tidak akan bergantung lagi dengan keberadaan dan harga pupuk kimia yang seringkali raib dari pasaran dan dengan harga yang terus merangkak naik. Kemandirian petani akan pupuk dapat menyelamatkan petani dari lilitan hutang dan jeratan ijon atau lintah darat yang keberadaanya makin marak. Kemandirian petani mutlak dibangun untuk mencapai kesejahteraan di pedesaan (****)
* Penulis adalah penggiat dan pemberdaya masyarakat tani padi organic ‘SRI’ dan praktisi pertanian organik.
Pondok Bunga Sariwangi III E-15 Rt. 01 Rw. 13, Desa Sariwangi-Parongpong Kab. Bandung Barat 40559 HP: 022 76467 522
Langganan:
Postingan (Atom)