Oleh Kabelan Kunia, M.Si.
Lebih dari 60% lahan sawah di pulau Jawa telah mengalami degradasi kesuburan tanah (fisika, kimia dan biologi) yang diindikasikan oleh rendahnya kandungan bahan organik (dibawah 1%). Dampak dari rendahnya kandungan bahan organik (BO) ini antara lain tanah menjadi keras dan liat sehingga sulit diolah, respon terhadap pemupukan rendah, tidak responsif terhadap unsur hara tertentu, tanah menjadi masam, penggunaan air irigasi menjadi tidak efisien serta produktivitas tanaman cenderung rendah dan semakin sulit untuk ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh kesuburan tanah yang semakin menurun karena cara-cara pengelolaan lahan sawah yang kurang tepat, sehingga sawah semakin tandus sementara pemberian pupuk buatan yang terus menerus, bahan organik yang berupa jerami padi tidak dikembalikan ke lahan, tetapi dibuang atau dibakar, sehingga mengakibatkan lahan sawah menjadi miskin beberapa unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta memburuknya sifat fisik lahan.
Pemakaian pestisida misalnya yang cenderung berlebihan dan tidak terkontrol mengakibatkan; keseimbangan alam terganggu, musuh alami hama menjadi punah, sehingga hama dan penyakit tanaman semakin tumbuh dan berkembang dengan pesat, dan adanya residu pestisida pada hasil panen
Dari aspek pengelolaan air, usahatani sawah pada umumnya dilakukan dengan penggenangan secara terus menerus, di lain pihak kesediaan air semakin terbatas. Untuk itu diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usahatani hemat air.
Teknik budidaya padi SRI (System of Rice Intensification) adalah metoda yang sangat tepat untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut di atas. Bahkan tak kurang Bapak Presiden SBY dalam amanatnya pada panen perdana padi organik ’SRI’ di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur Jawa Barat, 30 Juli 2007 lalu mengajak kalangan petani, perbankan, pengusaha, dan pemangku kepentingan di bidang pertanian untuk terlibat mengembangkan metode penanaman padi dengan pola intensifikasi ini secara luas. Pengembangan tanam padi dengan metode SRI, kata Presiden adalah contoh nyata mengoreksi gerakan revolusi hijau, yaitu upaya meningkatkan produksi padi yang bertumpu pada pupuk kimia. Dengan SRI, menurut presiden peningkatan produksi padi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan petani tercapai, masalah ketahanan pangan dapat diselesaikan, tetapi caranya tanpa merusak lingkungan. Metode SRI merupakan teknologi usaha tani padi sawah ramah lingkungan, efisiensi input melalui pemberdayaan petani dan kearifan lokal.
Paling tidak ada 4 (empat) alasan utama perlunya dikembangkannya SRI menurut Menteri Pertanian Anton Apriantono, yaitu :
Pertama, sudah terbukti bahwa metoda SRI mampu menghasilkan produktivitas padi yang tinggi diatas rata-rata nasional, yang pada gilirannya akan memberikan pendapatan yang cukup tinggi bagi petani. Metoda ini diharapkan dapat memotivasi petani untuk dapat mempertahankan dan melestarikan usahatani sawahnya dari ancaman alih fungsi lahan.
Kedua, sudah terbukti bahwa metoda SRI dapat menghemat penggunaan air sampai 40 %. Ketika defisit air terjadi dimana mana yang terkadang dapat menimbulkan konflik sosial, konsep SRI menjadi solusi ampuh untuk keluar dari situasi krisis ini. Penggunaan bibit juga dapat dihemat sampai 80 %, sehingga dapat mengurangi biaya usaha tani.
Ketiga, metode SRI mampu memulihkan kesuburan lahan dan mampu memelihara keberlanjutan produktivitas lahan.
Keempat , metode SRI dikenal ramah lingkungan karena : a) Memitigasi terjadinya polusi asap akibat berkurangnya pembakaran jerami sehingga mampu menekan emisi gas CO2, b) Memitigasi emisi gas Methan yang dihasilkan oleh proses reduksi (anaerob) akibat penggenangan sawah, c) Mitigasi emisi CO2 dan Methan (CH4) akan menekan produksi GRK (Gas Rumah Kaca) yang dapat memicu pemanasan global, d) Daur ulang limbah (sampah) menjadi prinsip SRI, sehingga penumpukan sampah dapat dihindari, e) Aplikasi bahan kimia (agrochemical) sangat dibatasi, kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan akibat kontaminasi dengan bahan dan residu kimia dapat dicegah, dan f) Produk beras SRI dapat digolongkan sehat, karena tidak diproduksi dengan pupuk kimia dan pestisida sintetis.
* Penulis adalah penggiat dan praktisi pertanian padi organik 'SRI'.
Selasa, 03 Juni 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Assalamu'laikum wr.wb.
bagaimana prosesnya awal jika kami ingin menggunakan methode SRI ? apakah kita bisa berhasil menggunkan methode < sri > untuk meningkatkan produksi padi di daerah dataran rendah di kec.kandanhaur kab indramayu..................... ma'af sementara yang anda di jadikan sampel observasi SRI di daerah cianjur...? wassalamu'alikum wr.wb
Wass wr wb.,
Mohon Bapak/Ibu kirimkan almat e-mail biar saya dapat kirimkan materi ringkas ttg budidaya padi metode SRI. Prinsipnya metode ini bisa diterapkan di daerah manapun, termasuk di wilayah Bapak/Ibu yang rendah.
Semoga kita dapat berdiskusi lagi nanti.
Ditunggu alamt e-mailnya.
Salam,
Posting Komentar